MEMBANGUN BUMDesa DENGAN BUDAYA SIWALIPARRIQ Di LITAQ ASSAMALEWUANG

by ShareTweet

(Sebuah Catatan menyambut  Hari jadi Majene yang ke-480)

MUHAMMAD FAUZAN, S.Sos., ST., M.Si.

Kabid Perintahan Desa di Dinas PMD Kab. Majene

Lahirnya Kepmendes Nomor 3 Tahun 2025 tentang Panduan Penggunaan Dana Desa Ketahanan Pangan dalam mendukung swasembada pangan di desa dengan menitik beratkan Dana Desa minimal duapuluh persen menjadi penyertaan modal bagi Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) di desa menjadi kado terindah bagi masyarakat desa Kabupaten Majene di hari jadi Bumi Assamalewuang yang ke 480, betata tidak Badan Usaha Milik Desa atau disingkat BUMDesa merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-undan Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dimana seluruh atau sebagian besar modal yang dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat desa kini didapatkan dengan sebuah pemaksaan regulasi yang dulunya sangat kesulitan mendapatkan suplai/penyetaan modal dari pihak manapun karena sebuah keraguan.

BUMDesa tidak hanya lagi diidetikkan dengan sewa-menyewa tenda atau sound sistem yang sekarang ini menjadi sebuah usaha copy paste antara desa yang satu dengan desa yang lain, namun lebih dari itu. BUMDes boleh dikembangkan dengan berbagai unit usaha lainnya, seperti perkebunan, pertanian, perdagangan, pengelolaan Obyek Wisata Desa bahkan diwajibkan untuk menambah unit usaha ketahanan pangan sehingga bukan menjadi predator pembunuh bagi pelaku-pelaku usaha lokal lainya namun lebih menjadi support system atau distributor.

BUMDesa diharapkan dapat berkonstribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya peran lembaga ekonomi yang ada saat ini. BUMDesa sebagai satu–satu lembaga ekonomi yang dibentuk oleh pemerintah desa dan masyarakat untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahtraan masayarakat desa. Sasaran BUMDesa khususnya modal dana ketahanan pangan lebih berorientasi kepada bangaimana membangun desa yang tangguh pangan juga untuk memberdayakan masyarakat dari berbagai kalangan seperti petani, nelayan peternak untuk melawan tengkulak dan praktek rentenir berkedok lembaga ekonomi legal yang kini lalulalang keluar masuk desa.

Terhambatnya proses berkembangnya BUMDesa kadangkala terjadi di desa, hal itu disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal misalnya adalah ketidakmampuan pengurus BUMDes dalam mengelolah usaha akibat kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Semua ini terjadi akibat dari mekanisme pemilihan pengurus BUMDesa yang lahir dari musyawarah desa, proses pemilihannya tidak melalui seleksi panjang dengan beragam kriteria, pengurus tersebut terpilih karena ketokohannya, atau intervensi Kepala Desa karena bagian dari tim suksesnya tanpa memperhatikan background keilmuan serta pengalaman dalam mengelolah sebuah usaha yang akan mampu memberikan keuntungan  yang banyak dalam menghasilkan pendapatan Asli Desa terlebih lagi tanpa melakukan sebuah kajian dan analisis kelayakan sebuah usaha.

Sedangkan faktor eksternal adalah kurang tersosialisasinya terkait BUMDesa oleh Pemerintah Desa ke pemerintahan diatasnya khususnya Supra Desa sehingga peran-peran institusi pemerintah terkhusus Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan semua stakeholder dalam hal pembinaan masih sangat kurang, disamping itu pendampingan tenaga profesional maupun pendamping desa dalam meningkatkan kapasitas pengurus BUMDesa sangat belum memadai, BUMDesa berdiri hanya sekedar untuk melaksanakan amanah undang-undang dan menggugurkan kewajiban pemerintah desa dalam memfasilitasi pembentukannya. Terjadinya Perampasan elite dalam pengelolaan BUMDesa yang membuat kebangkrutan. Tidak jarang para penumpang gelap yang hadir memanipulasi BUMDesa  sehingga banyak BUMDesa yang tidak mencerminkan spirit kegotongroyongan dan kerakyatan. Dan yang lagi viral saat ini dikalangan pengurus adalah keluarnya secarik kertas surat edaran Dirjen PDT Kemendes yang sebagian orang kontra penafsiran dalam memaknainya yakni pelarangan penggunaan Biaya Operasional lewat penyertaan modal sehingga melemahkan semangat pengurus dalam bekerja karena tak satupun referensi tentang usaha/bisnis tidak menggunakan support penggunaan biaya operasional namun sebagai orang mandar yang memegang teguh adat dan budaya janganlah hal ini dijadikan sebuah tema perdebatan untuk mempengaruhi kinerja dalam bekerja bukankah kita diwariskan sebuah falsafah oleh leluhur kita berbunyi “Matindoi Adaq muaq diang assamaturuang” yang arti pemaknaannya kuranglebih seperti ini  ketika ada aturan atau regulasi yang multi tafsir maka hasil mufaktlah yang menjadi sebuah keputusan final apa lagi tentang BUMDesa, dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 Tentang BUMDesa sangat jelas mengamanatkan bahwa keputusan tertinggi dalam menyelesaikan persolan adalah Musyawarah Desa.

BUMDesa dengan Konsep Budaya Siwaliparriq

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Pesiden Gibran Rakabuming Raka telah menetapkan Delapan misi utama yang disebut Asta Cita sebagai landasan untuk mencapai visi “Bersama Menuju Indonesia Emas 2045“ khususnya Asta Cita ke enam  yaitu pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi, serta visi-misi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten  Majene Periode 2025-2030 “Majene Unggul, Mandiri dan Berbudaya” maka salahsatu langka kongkrit untuk mewujudkan hal tersebut adalah mendorong kesiapan BUMDesa untuk menjadi lembaga sentral dalam menstabilkan ekonomi masyarakat Desa.

Penyertaan modal bagi BUMDesa untuk dana desa ketahanan pangan sebesar duapuluh persen dari dana desa yang diamanahkan oleh pemerintah lewat dana desa ketahanan pangan adalah berkah yang luar biasa sekaligus menjadi tantangan besar bagi BUMDesa untuk menjalankan program tersebut karena harus membangun strategi khusus dalam merubah mindset masyarakat yang konsumtif menjadi produktif apalagi selama ini selalu dimanjakan dengan bantuan hibah lewat program ketahanan pangan desa dan kini berubah menjadi penyertaan modal lewat BUMDesa berbasis bisnis dan produktif, di samping itu pengurus BUMDesa juga harus mampu mengkoneksikan antara aspek sosial dan bisnis.

Optimisme BUMDesa yang ada Litaq Assamalewuang Kabupaten Majene dalam menghadapi program tersebut sangatlah besar karena ditopang oleh sebuah budaya dan kearifan lokal yang selama ini menjadi patron dalam bekerja yaitu Siwaliparriq dengan mengedepankan semangat kerjasama dan gotongroyong serta membangun kesepakatan bersama antara masyarakat dengan BUMDesa dalam mengelolah usaha lewat sistem bagi hasil dengan kata lain mengutip pribahasa klasik “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing “ dan juga pemanfaatn potensi berdasarkan analisis sumberdaya manusia dengan menggunakan pekerja sesuai kebutuhan contohnya Suami bertani dan melaut Istri memelihara ternak kambing dan sapi sehingga mampu saling mengisi sesuai kemampuan masing-masing dalam satu keluarga. Oleh karena itu BUMDesa harus mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, meminjam istilah Sutoro Eko salah satu penggiat desa bahwa BUMDesa memiliki Tiga kelebihan yaitu Aset, Aktor dan Arena. Aset adalah harta yang dimiliki. Aktor adalah mereka yang menjadi pengelola bisnis skala desa. Dan Arena adalah ruang di mana BUMDesa mestinya berkembang dan maju. selain itu pondasi ekonomi kerakyatan kita sangat kuat seperti halnya ketika sosok Hatta meletakkannya. Yang terpenting adalah strategi BUMDesa dalam menghadapi tantangan tersebut.

Adapun solusi untuk mewujudkan optimisme menatap BUMDesa pertama, membangun dan mempersiapkan obyek pasar yang mampu menampung dan memasarkan produksi yang dihasilkan oleh BUMDesa. Kedua, menyiapkan tenaga ahli untuk pendampingan bagi BUMDesa dalam hal pemahaman dan wawasan entrepreneurship karena kehadiran Pendamping Desa yang telah disiapkan oleh pemerintah belum sepenuhnya mampu untuk menjawab tantangan tersebut dan sekarang hanya berkutat dipersoalan pemenuhan data dan pemahaman regulasi tanpa sebuah analisis yang mampu memberi solusi sebagaimana mimpi eyang Lao Tzu 570-470 SM seorang ahli filsafat asal Tiongkok konsep pemikiran pemndampingan yang sangat terkenal sehingga dijadikan kredo fasilitator bagi pemberdaya sejati. Ketiga, memberikan kemudahan dan keringanan dalam proses pembiayaan bagi BUMDes dalam mengembangkan dan meningkatkan investasi untuk usaha-usaha yang berorientasi pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier bagi masyarakat desa. Keempat, menggerakkan ekonomi desa dengan berbasis kreatif, inovatif, gagasan-gagasan, ide-ide, dan e-commerse yang diharapkan mampu meningkatkan dan mengembangkan potensi ekonomi desa menjadi produk-produk yang berkualitas dengan standar global.

Semoga BUMDes mampu menjalankan perannya sebagai lokomotif perekonomian masyarakat desa. Namun mimpi itu akan terwujud ketika pemerintah dan masyarakat desa betul-betul memperhatikan keberdaannya dibuktikan dengan APBDes bukan hanya sekedar Asphal, Pasir, Batu dan Sirtu tapi APBDes lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan ekonomi masyarakat.

Selamat hari jadi Majeneku Litaq Assamalewuang, Sitaiang Apiangang, Mammesa diallewuang Mappasukku Plauluareang Salam Berdesa !!!